Rabu, 07 November 2012

Memahami Al Qur’an surat Ali Imran ayat 190-191 untuk hidup tenang dan bahagia

 
 Makna Al Qur’an surat Ali Imran ayat 190-191
BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Dalam Al-Qur’an banyak terdapatayat-ayat yang menyerukan manusia untuk memperhatikan, merenung dan memikirkan penciptaan Allah baik yang di langit, bumi maupun diantara keduanya.Diantara ayat-ayat yang menerangkan tentang hal tersebut yaitu Q.S Ali Imran ayat 190-191.
Salah satu cara mengenal dan mendekatkan diri kepada Allah adalah dengan membaca dan merenungkan ayat-ayat-Nya, serta mensyukuri apa yang terbentang di alam semesta. Allah menyuruh manusia untuk merenungkan alam, langit dan bumi.Langit yang melindungi dan bumi yang terhampar tempat manusia hidup.Juga memperhatikan pergantian siang dan malam.Semuanya itu penuh dengan ayat-ayat, tanda-tanda kebesaran Allah SWT. 
B.     Rumusan Masalah
Sehubungan dengan latar belakang di atas, maka yang menjadi perumusan masalah di dalam makalah ini adalah sebagai berikut :
1.      Bagaimana Lafadz dan terjemah Q.S Ali Imran ayat 190-191 ?
2.      Bagaimana Penafsiran dari Q.S Ali Imran ayat 190-191 ?
3.      Apa saja kandungan hukum yang terdapat pada Q.S Ali Imran ayat 190-191 ?
4.      Bagaimana Aspek Tarbawi dari Q.S Ali Imran ayat 190-191 ?
BAB II
PEMBAHASAN
A.    Lafal dan Terjemah Q.S Ali Imran Ayat 190-191
إِنَّ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَاخْتِلَافِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ لَآيَاتٍ لِأُولِي الْأَلْبَابِ
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal.” (190)
الَّذِينَ يَذْكُرُونَ اللَّهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَى جُنُوبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُونَ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هَذَا بَاطِلًا سُبْحَانَكَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
“(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan Kami, Tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha suci Engkau, Maka peliharalah Kami dari siksa neraka.” (191)
B.     Mufrodat
الخلق                          : Perkiraan & penyusunanyang menunjukan pada tatanan  yang mantap
اختلاف الليل والنهار       : Pergantian antara keduanya dan silih bergantinya siang dan malam
لايات                          :Sungguh yang merupakan tanda yang menunjukkan adanya Allah dan kekuasaannya.
الالباب                         : Bentuk tunggal dari Lubbun yang artinya akal.
قياما وقعودا                   : Bentuk tunggal dari qaim dan qa’id, yang artinya berdiri dan duduk.
باطلا                          : Sia-sia dan tidak ada faedahnya.
فقنا عذاب النار               : Jadikan amal soleh itu sebagai tameng bagi kami dari azab neraka
C.    Uraian dan Tafsir ayat
Dalam ayat 190 menjelaskan bahwa sesungguhnya dalam tatanan langit dan bumi serta keindahan perkiraan dan keajaiban ciptaan-Nya juga dalam silih bergantinya siang dan malam secara teratur sepanjang tahun yang dapat kita rasakan langsung pengaruhnya pada tubuh kita dan cara berpikir kita karena pengaruh panas matahari, dinginnya malam, dan pengaruhnya yang ada pada dunia flora dan fauna merupakan tanda dan bukti yang menunjukkan keesaan Allah, kesempurnaan pengetahuan dan kekuasaan-Nya.
Langit dan bumi dijadikan oleh Al-Khaliq tersusun dengan sangat tertib.Bukan hanya semata dijadikan, tetapi setiap saat nampak hidup.Semua bergerak menurut aturan.
Silih bergantinya malam dan siang, besar pengaruhnya atas hidup kita dan segala yang bernyawa.Kadang-kadang malam terasa panjang dan sebaliknya.Musim pun silih berganti.Musim dingin, panas, gugur, dan semi.Demikian juga hujan dan panas.Semua ini menjadi tanda-tanda kebesaran dan keagungan Allah bagi orang yang berpikir.Bahwa tidaklah semuanya terjadi dengan sendirinya.Pasti ada yang menciptakan yaitu Allah SWT.
Diriwayatkan dari 'Aisyah ra, bahwa Rasulullah saw berkata: "Wahai 'Aisyah apakah engkau mengizinkankanda pada malam ini untuk beribadah kepada Allah SWT sepenuhnya?". Jawab Aisyah ra: " wahai Rasulullah, Sesungguhnya saya menyenangi apa yang kanda senangi, menyukai apa yang kanda sukai.Dinda izinkan kanda melakukannya.”Kemudian nabi mengambil qirbah (tempat air yang terbuat dari kulit domba) yang terletak didalam rumah, lalu berwudlu.Selanjutnya beliau mengerjakan shalat.Di waktu salat beliau menangis sampai-sampai air matanya membasahi kainnya, karena merenungkan ayat Alquran yang dibacanya.Setelah salat beliau duduk memuji-muji Allah dan kembali menangis tersedu-sedu.Kemudian beliau mengangkat kedua belah tangannya berdoa dan menangis lagi dan air matanya membasahi tanah.Kemudian datanglah Bilal untuk azan subuh dan melihat Nabi saw menangis ia bertanya: "Wahai Rasulullah! Mengapakah Rasulullah menangis, padahal Allah telah mengampuni dosa Rasulullah baik yang terdahulu maupun yang akan datang". Nabi menjawab: "Apakah saya ini bukan seorang hamba yang pantas dan layak bersyukur kepada Allah SWT? Dan bagaimana saya tidak menangis?Pada malam ini Allah SWT telah menurunkan ayat kepadaku.Selanjutnya beliau berkata: "Alangkah rugi dan celakanya orang-orang yang membaca ini dan tidak memikir dan merenungkan kandungan artinya".
Pada ayat 191 mendefinisikan orang-orang yang mendalam pemahamannya dan berpikir tajam (Ulul Albab), yaitu orang yang berakal, orang-orang yang mau menggunakan pikirannya, mengambil faedah, hidayah, dan menggambarkan keagungan Allah.Ia selalu mengingat Allah (berdzikir) di setiap waktu dan keadaan, baik di waktu ia beridiri, duduk atau berbaring. Jadi dijelaskan dalam ayat ini bahwa ulul albab yaitu orang-orang baik lelaki maupun perempuan yang terus menerus mengingat Allah dengan ucapan atau hati dalam seluruh situasi dan kondisi.
Dari keterangan diatas dapat diketahui bahwa objek dzikir adalah Allah, sedangkan objek pikir adalah makhluk-makhluk Allah berupa fenomena alam.Ini berarti pengenalan kepada Allah lebih banyak didasarkan kepada kalbu, Sedang pengenalan alam raya oleh penggunaan akal, yakni berpikir. Akal memiliki kebebasan seluas-luasnya untuk memikirkan fenomena alam, tetapi ia memiliki keterbatasan dalam memikirkan Dzat Allah, karena itu dapat dipahami sabda Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Abu Nu’aim melalui Ibn ‘Abbas,
تفكرافى اخلق ولاتتفكروافى اخا لق
Pikirkan dan renungkanlah segala sesuatu yang mengenai makhluk Allah jangan sekali-kali kamu memikirkan dan merenungkan tentang zat dan hakikat Penciptanya, karena bagaimanapun juga kamu tidak akan sampai dan tidak akan dapat mencapai hakikat Zat Nya.”
Orang-orang yang berdzikir lagi berfikir mengatakan: "Ya Tuhan kami, tidaklah Engkau menciptakan makhluk ini semua, yaitu langit dan bumi serta segala isinya dengan sia-sia, tidak mempunyai hikmah yang mendalam dan tujuan yang tertentu yang akan membahagiakan kami di dunia dan di akhirat, sebagaimana disebar luaskan oleh sementara orang-orang yang ingin melihat dan menyaksikan akidah dan tauhid kaum muslimin runtuh dan hancur. Maha Suci Engkau Ya Allah dari segala sangkaan yang bukan bukan yang ditujukan kepada Engkau. Karenanya, maka peliharalah kami dari siksa api neraka yang telah disediakan bagi orang-rang yang tidak beriman. Ucapan ini adalah lanjutan perasaan sesudah dzikir dan pikir, yaitu tawakkal dan ridha, berserah dan mengakui kelemahan diri.Sebab itu bertambah tinggi ilmu seseorang, seyogyanya bertambah pula dia mengingat Allah.Sebagai tanda pengakuan atas kelemahan diri itu, dihadapan kebesaran Tuhan.
Pada ujung ayat ini ( “Maha suci Engkau ! maka peliharalah kiranya kami dari azab neraka” ) kita memohon ampun kepada Tuhan dan memohon agar dihindarkan dari siksa neraka dengan upaya dan kekuatan-Mu serta mudahkanlah kami dalam melakukan amal yang diridhai Engkau juga lindungilah kami dari azab-Mu yang pedih. 
D.    Kandungan Hukum
Pada QS. Ali-Imran ayat 190-191 di dalamnya memiliki kandungan hukum  yaitu Allah mewajibkan kepada umatnya untuk menuntu ilmu dan memerintahkan untuk mempergunakan pikiran kita untuk merenungkan alam, langit dan bumi (yakni memahami ketetapan-ketetapan yang menunjukkan kepada kebesaran Al-Khaliq, pengetahuan) serta pergantian siang dan malam. Yang demkian ini menjadi tanda-tanda bagi orang yang berpikir, bahwa semua ini tidaklah terjadi dengan sendirinya. Kemudian dari hasil berpikir tersebut, manusia hendaknya merenungkan dan menganalisa semua yang ada di alam semesta ini, sehingga akan tercipta ilmu pengetahuan.
E. Aspek Tarbawi
Dari ayat di atas dapat diambil aspek tarbawinya yaitu sebagai berikut :
1.      Menuntut ilmu merupakan kewajiban bagi setiap muslim.
2.      Akal manusia hendaknya digunakan untuk memikirkan, menganalisa, dan menafsirkan segala ciptaan Allah.
3.      Dalam belajar tidak diperbolehkan memikirkan Dzat Allah, karena manusia mempunyai keterbatasan dalam hal tersebut dan dikhawatirkan akan terjerumus dalam berpikir yang tidak  sesuai.
4.      Jika seseorang memiliki renungan, ia memiliki pelajaran dalam segala perkara.
5.      Hendaknya manusia mempercayai bahwa semua penciptaan Alah tidak ada yang sia-sia.
BAB III
PENUTUP   
   A.    Kesimpulan
          Ulul Albab adalah orang-orang yang tidak melalaikan Allah dalam setiap waktu.Mereka merasa tenang dengan mengingat Allah dan tenggelam dalam kesibukan mengoreksi diri secara sadar bahwa Allah selalu mengawasi mereka.
          Bahwasanya keberuntungan dan keselamatan hanya bisa dicapai melalui mengingat Allah dan memikirkan makhluk-Nya dari segi yang menunjukkan adanya sang pencipta.
          Seorang mukmin yang mau menggunakan akal pikirannya, maka akan luas pengetahunnya tentang alam semesta yang menghubungkan antara manusia dan Tuhan.
   B.     Saran
Atas penciptaan alam semesta ini, hendaknya kita menyadari tugas sebagai khalifah Allah, yang berkewajiban memakmurkan bumi serta menjadi rahmat bagi alam sekelilingnya, dengan menggali, meneliti dan memanfaatkan hukum-hukum Allah bagi alam ciptaan-Nya ini.


[1]Departemen Agama, Kitab Suci Alqur’an, Alqur’an dan Terjemahannya
[2]Ahmad Mustafa Al-Maragi, Tafsir Al Maragi Juz IV, (Semarang: PT. Karya Toha Putra, 1993),     Cet  2, hlm. 288
[3] http://santrikota.blogspot
[4]Ahmad Mustafa Al-Maragi, Tafsir Al Maragi Juz IV, (Semarang: PT. Karya Toha Putra, 1993),     Cet  2, hlm.290
[5]  M. Quraisy Shihab, Tafsir Al-Mishbah,(Jakarta, Lentera Hati, 2002), hlm. 308
[6]Depag RI, 1990, Al-Qur’an Dan Tafsirnya Jilid , Yogyakarta: PT. Dana Bakti Wakaf
[7] Prof. Dr. Hamka, Tafsir Al-Azhar Juz IV, (Jakarta, Pustaka Panjimas, 1983), hlm. 251
[8] M. Nasib Ar-Rifa’i, Tafsir Ibnu Katsir Jilid. I, (Jakarta, Gema Insani Press, 1999), hlm. 635
[9]http://santrikota.blogspot

Tidak ada komentar:

Posting Komentar